Siklus Pancaroba

CerPen gw waktu gw kls X SMA :)
Kontroversial, kebongkar satu secret privacy gw jd rahasia umum ..

huwehe, kog lambang recycle ya? READ this lah pokok'e


SIKLUS PANCAROBA
Oleh : Facia Puspa Hazita


OoO

“32!, hah?aku lolos!” dengan sedikit rasa terperangah bercampur lega, aku yang selang beberapa minggu kemudian setelah menjalani tes di salah satu sekolah negeri di Kotabumi, mulai menampakkan wajah ceriaku di depan saksi bisu kertas pengumuman kelulusan tes yang tertempel di salah satu jendela kelas. Belakangan ini ku ketahui bahwa kelas tersebut adalah Laboratorium Biologi.

Tanpa terlarut dalam keceriaan, sesegera mungkin aku mencari nama sahabatku. Tetapi hasilnya nihil. Ku tak percaya, ku anggap ada kesalahan pada mataku. Ku coba untuk mengecek berulang-ulang kali, tetapi tetap tidak ada hasil. Aku tidak tahu bagaimana jika pada saat itu aku lah yang berada di posisi tertekan seperti sahabatku, Eya. Dia lah satu-satu nya sahabat satu perjuanganku yang ketika itu tidak lolos mengikuti jalur tanpa tes karena faktor yang sama. Aku masih ingat saat nekad itu, ketika kami melepaskan kesempatan untuk menuntut ilmu di sekolah menengah atas yang lainnya yang letaknya cukup jauh dari tempat tinggal kami. Padahal, saat itu, kami hanya ibarat tinggal menandatangani surat kontrak belajar dengan sekolah tersebut. Tetapi pengaruh berkata lain, seperti digerakkan oleh revolusi pembuktian siapa yang lebih berkualitas, akhirnya kami berdua menyatakan ketidaksanggupan untuk bersekolah di sana, berpaling mengkhianati dan mencoba mendaftar di sekolahku yang sekarang. Aku juga telah menyiapkan ancang-ancang apabila gagal untuk kedua kalinya. Aku akan hinggap di sekolah swasta di Bandar Lampung yang baru-baru ini cukup tenar. Tetapi, tepat seperti dugaanku, aku pun diterima di sekolahku saat ini. Sejenak ku berpikir, bagaimana dengan nasib Eya. Nama seolah-olah di pertaruhkan.

“Duh..dimana sih Eya?kok dia belum nongol-nongol juga?apa dia sudah lihat pengumuman ini ya?nggak kuat rasanya kalau jadi dia”, rintihku dalam hati.

Tiba-tiba aku bertemu dengan teman satu kelasku saat di sekolah menengah pertama.

“Hmm..Yana, kamu lihat Eya, nggak?”. “Tadi dia sudah ke sini kok..tapi ya itu dia nggak di terima! kabarnya, dia juga nggak di terima di sekolah pilihan kedua, kasihan banget ya” sambungnya.

“Deg!..” sejenak perasaanku menjadi larut dalam kedukaan.

Begitu malang nasibnya. Ku ratapi dia begitu berbeda dengan kepribadiannya yang terdahulu. Dengan sedikit rasa tidak terima memalingkan muka, dia pun mencoba untuk kembali mengiba pada sekolah yang pernah kami khianati dahulu. Tetapi hasilnya pun nihil. Waktu daftar ulang telah usai. Sekolah itu balik membalas perbuatan yang dahulu kami perbuat. Nasi telah menjadi bubur. Ku rasakan perihnya tahun ini seperti cobaan terberat bagi nya. Akhirnya, dengan tetesan air mata tak terbendung, dia memutuskan untuk bersekolah di salah satu sekolah swasta di Kotabumi. Pergaulannya dengan lingkungan barunya terlihat sedikit terlihat tidak bergairah. Tidak ada semangat nyata. Agaknya, dia mudah terbawa arus. Itu yang ku pelajari dari dia selama ini. Wajar ku kira tentang perubahan sikapnya. Ini ku ketahui ketika awal tahun ajaran baru. Dia masih sering meminta solusi bagaimana cara beradaptasi dariku melalui kontak tidak langsung. Aku sangat paham dengan posisinya saat itu. Setengah dari hatinya masih belum bisa menerima kenyataan di kehidupan barunya. Beribu kata sampai membuat mulutku berbuih telah ku tuangkan ke dalam ceruk hatinya. Ku rasa, itulah guna sahabat. Untunglah hal tersebut berangsur tidak cukup lama, semangat baru dalam hidupnya telah kembali ke jati dirinya. Cukup ironis memang, tetapi, aku tidak boleh terus terlarut dalam hingar-bingar kekecewaanya, life must go on!, kawan. Secercah kata inspirasi untukku. Tidak akan ada gunanya menyesalkan kejadian yang telah lalu dan selalu berkaca ke atas. Terkadang juga, memang harus sesekali berkaca ke bawah, berkaca melihat sahabat-sahabat yang kurang beruntung lainnya. Kenanga yang terselip diantara tumpukkan sampah yang tak disangka terlewatkan oleh manusia tak berkeprimanusiaan. Itulah ujaran dari hatiku yang paling dalam untuk menggambarkan kondisi yang dialami Eya. Ku yakin mimpi-mimpi yang telah kami coba toreh, akan terwujud lebih merona di orbit lain. Tak kan ku biarkan hujan meteor menggores galaksi bimasakti lagi.


OoO

Sejenak ku melupakan masalah yang cukup menguras hatiku, menyerukan diri untuk terus semangat menjalani hidup. Bicara soal semangat hidup, hanyalah dia seorang yang terus membayangi hidupku. Awalnya ku tak percaya bahwa rasa ini akan menghampiriku secepat itu. Datang tanpa permisi disaat tong hatiku masih kosong.
Di mulai dari terungkapnya hal yang tidak tabu mengenai ajang ospek sekolah yang tidak lain hanyalah bermotif sebagai sebuah ajang untuk menunjukkan pamor senior ataupun berfungsi sebagai biro jodoh semata.
Antara senior maupun junior, keduanya saling terjalin simbiosis mutualisme. Hal ini lah yang ku pernah ku pahami.  The love at the first side juga menghampiriku sewaktu ajang ospek sekolah menengah atasku berjalan. Tetapi sungguh aku tidak menyangka akan secepat itu, awalnya ku hanya tidak habis pikir untuk apa ada ospek?untuk mengenalkan sekolah lebih jauh?atau hanya supaya junior tidak bertindak di luar batas kepada senior?sungguh ku berpikir ini adalah hal yang sangat-sangat rancu. Ternyata waktu tidak berkata demikian, presepsi tinggallah presepsi. Aku lah salah satu korban dari ospek ini. Aku tidak bisa memungkiri bahwa dia lah orang yang pertama merasuki pikiranku, bahwa dia yang sampai saat ini terus membayangi langkahku. Dia datang ke latar kehidupanku, mungkin telah di atur di dalam skenario oleh yang di Atas. Hah, ternyata benar!dunia ini panggung sandiwara. Dia datang menjelang akhir masa ospek. Dia menggetarkan kelas ospek ku dengan wajah yang cerah. Gayanya yang berwibawa sekaligus tidak bisa diam, memancarkan karismatis yang memang tidak bisa di pungkiri, tetap terbayang-bayang di benakku. Memberikan secercah keceriaan di terik siang garing yang membosankan. Tetapi lebih dari wajah ataupun gayanya, memang bukan rahasia umum lagi bagi sahabat-sahabatku, aku adalah tipe dari seorang remaja wanita yang sangat menilai seseorang dari keagungan anugerah suara dan cara berbicara. Itu yang pertama ku nilai dari dia. Walaupun aku mengetahui, keagungan suara tidak menjamin tingkah laku seseorang, tetap saja hal ini tidak bisa di pisahkan dari seorang sepertiku. Belakangan, ku ketahui dari panca inderaku bahwa dia seorang sosok yang dalam arti tidak macam-macam.

Menguatkanku pada presepsi awal tentang dia. Dari masa ospek itulah, sepertinya berlanjut ke masa setelah ospek. Aku rela, walaupun dia tidak mengetahui isi hati terdalamku. Dia alasan utamaku untuk tetap semangat menjalani hidup, untuk tetap menuntut ilmu secara sungguh-sungguh, untuk tetap bersekolah di sekolah ini walaupun dengan kondisi yang terabaikan. Tetapi, ada hal yang belakangan ini bersifat di luar kebiasaanya. Mungkin feelingku mengatakan jika dia telah membaca gerak-gerikku. Kebiasaan bodohku adalah selalu tidak bisa berlaku sewajarnya di depan dia. Kejadian tak terlupakan saat di depan kantin sekolah. Aku dan sahabatku yang satu sekolah namun beda kelas berdialog santai dari perpustakaan yang letaknya tidak begitu jauh menuju ke arah kantin.

“Duh..dimana sih dia?” pikiranku terus mencecar hatiku.
Tak di sangka dia bersama kawanannya, berada tepat di belakangku bak mengintai gerak-gerikku. Seketika saat ku menengok kearah belakang, kaget bukan kepalang merasuk jiwa, shock!. Hampir terpeleset karena dirinya. Untung, sahabatku cepat tanggap menyanggupku. Aku tidak mengetahui respon mereka saat itu karena, aku sendiri tidak berani menengok lagi ke arah belakang. Mungkin sudah terlanjur malu rasa. Tapi, saksi dari sahabatku saat kejadian tersebut menyatakan bahwa dia hanya tersenyum simpul. Sentak perasaanku saat itu bercampur aduk, dominan malu.
Dia yang seolah memaksaku untuk menciptakan sepenggal puisi.


“…Cinta seolah-olah menghantuiku..
Selalu menghantui jejak langkah hidupku,
Selalu membuntuti kemanapun ku pergi melintas duniaku,
Walaupun ku telah bersembunyi, bayangmu tetap selalu menakutiku…”

Dia bak unsur emas yang terkubur dalam tanah tanpa ampun. Aku telah memaksakan diri menggali dengan menggunakan kedua tanganku, mengerahkan seluruh tenaga untuk mencoba menyingkirkan tanah-tanah, bebatuan dan segala macam aral rintangan. Tetapi, ketika itu pula, saat emas terasa telah ku genggam, seketika itu pula, ku harus menguatkan diri untuk menggores emas tersebut karena paksaan keadaan terhimpit. Ku relakan menjual emas tersebut demi desakkan reputasiku di semua sasaran mata. Bukan maksud hatiku. Ku akui, hal ini sangat menyiksaku.

“Meski harus ku pertaruhkan semua..
Meski cinta harus membunuh hatiku..”

Sepenggal lirik lagu yang selalu membuat hatiku terengah-engah, membalikkan memori tentang dia. Walaupun hatiku tak seutuhnya lagi terbuka untuknya, tetapi dia tetap terukir dalam di lembar kertas yang tidak akan pernah lepas dari buku sejarahku. Lembar yang akan terisi penuh dengan rasa penasaran yang tertahan oleh faktor x, lembar yang akan ku jaga utuh dari guyuran hujan yang menyebabkan banjir bandang tak terperikan. Mungkin satu berbanding seribu bahwasannya aku akan menemukan seorang sosok seperti dia kembali apabila ku telah berada di luar orbit ini. Akan ku jadikan dia lukisan Monalisa yang tersimpan utuh di museum hatiku dan tidak akan terjamah oleh sembarang orang.

OoO

Laksana tanah yang di tumbuhi oleh lumut. Ku rasakan diriku semakin terpuruk oleh lingkungan. Semangat dari cinta yang awalnya membara kini ku rasakan telah sedikit menjauh dari kehidupanku. Tantangan untuk tetap bertahan seperti sedia kala telah berada di ambang untuk mengancamku. Melemahkanku, menyudutkanku. Ini seolah lebih terasa dari yang ku bayangkan. Tetapi janji yang menguatkan kepalan tangan untuk tetap berpegangan pada cabang ranting dan terus melanjutkan perjuangan Eya tetap menggeliat di pikiranku. Tiap harinya, ku sempatkan diri untuk sejenak merefresh mata. Kebetulan, tepat di belakang kelasku terdapat aliran berair yang sangat menyejukkan apabila menyaksikannya sendiri di pagi hari. Menenangkanku seketika ketika ku telah larut dalam kejenuhan berpikir.
Salah satu ganjalan yang sampai saat ini sulit ku lupakan. Antara hati, kualitas dan kritik. Gertakan tes mental awal sebelum ku di amanahi sebagai kepala mading akhwat mengintai serentetan jejak langkahku. Kurasakan seperti tidak sanggup menapakkan kaki kembali. Aku di cecar banyak pertanyaan yang benar-benar menyiksaku. Aku tidak menyangka seniorku begitu berbeda 180 derajat. Sesalku, aku tidak bisa menjawab pertanyaan mereka dengan sesempurna mungkin sehingga mereka menganggapku adalah seseorang yang tidak becus memegang prinsip.

Mereka menggertakku tanpa ampun. Walaupun aku tahu hal itu hanyalah tes mental, tetapi tetap saja air mata tidak bisa terbendung dari kelopak mataku. Ku akui memang, aku adalah seseorang yang sulit untuk mengapresiasikan pemikiran lewat rangkaian kata-kata. Aku juga seseorang yang belum sanggup untuk menerima kritik pedas. Hati yang terlalu rapuh untuk ukuran orang-orang seperti itu. Pengalaman ini terselesaikan lewat rangkaian kata maaf yang mereka akui cara mereka adalah salah.
Hari berangsur pulih. Luka hati seolah sudah mati. Aku yang saat itu berada di angkot biru tua yang sudah mulai pudar, menyaksikan butir air hujan turun secara berebutan. Terkenang pada banyak hal yang sifatnya lampau. Berhenti di salah satu gang kecil. Di gang tersebut, ku berjalan kecil penuh makna. Merenungkan satu per satu masalah yang menghinggap. Sampai akhirnya, ku temukan solusi terbaik di saat ku berdiri di salah satu perempatan dengan tubuh basah kuyup. Inilah aku, banyak yang musti ku pikirkan. Beban yang ku pikul setiap harinya akan terus menumpuk di punggungku. Organisasi hanyalah sebuah batu loncatan bagiku untuk memperbaiki sifatku, untuk merajut baju yang telah rusak termakan usia. Prioritas utamaku tetap ku serahkan sepenuhnya untuk menuntut ilmu.
“Jangan sampai, organisasi melampaui limited. Keduanya harus ku jaga agar tetap seimbang sesuai porsinya” hal itu yang selalu di tanamkan oleh keluargaku untukku.


Aku tidak ingin mengecewakan keluargaku untuk kedua kalinya. Aku ingin mengecap fasilitas yang terdepan dari sekolahku. Aku tidak ingin nantinya, aku akan terbawa oleh arus negatif. Aku ingin lulus dengan lebih terhormat di sekolahku. Aku ingin melanjutkan pendidikan ke Universitas terkemuka di Indonesia. Aku ingin terus belajar sampai ku sukses di luar sana, hingga semua keinginanku tercapai, hingga ku dapat merintis usaha sampai titik tertinggi. Aku ingin menebar sukses!. Aku ingin keliling dunia seperti Arai dan Ikal sebelum ku kembali pada-Nya.
kejermimpiyuk


“Meraih mimpi!,ya!..meraih mimpi adalah satu-satunya kiblatku saat ini!”.
Sang pemimpi yang terus menatap masa depan dengan wajah yang cerah sampai semua terwujud secara real di depan mata. Dunia masih terbuka lebar saat ini untukku, menyambut dengan hangat kepadaku, asal ku tetap bisa menerjang hal-hal negatif yang terus menggentayangiku. Pekikkan kata-kata inspirasi dalam hidupmu hari ini!. Akan ku jadikan siklus pancaroba ini sebagai bekal pembelajaran untuk menghadapi semua aral rintangan dunia yang hakikatnya tetap pada akhirat.

Bagiku, “Tomorrow is full mystery. Face up the world and explore it”!.

posted under |

4 komentar:

arjunamaya mengatakan...

...kau titipkan warna jingga pada langit senja agar syahdu semua penantian disapu cahaya keemasan..... kau titipkan cahaya temaram pada bulan agar aku tak sendiriann bisa bermain dengan bayang-bayang....

Teh Cia mengatakan...

Kata2mu buat semangat :)
Thanks a lot ya

arjunamaya mengatakan...

Meskipun Kau akan berjalan di bumimu sendiri
Dan bergerak sesuai dengan waktu mu sendiri
Matahari yang sama akan terbit untukmu
Seperti ia terbit untukku..
Dan Musim yang sama akan melewati hidupmu
Saat mereka melewati hidupku
Kebahagianku yang terbesar
Adalah…
Melihat kau berjalan dalam duniamu Sendiri
Melihat senyummu dengan caraku sendiri
Melihat dirimu bahagia dengan caramu
Melihat senyummu dengan bahagiamu....

::moga suksess selalu n selama na...

Teh Cia mengatakan...

Amiin :) saya suka kata2 kamu :D
Melihat senyumm dg caraku sendiri ..

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
FaciaPuspaHazita. Diberdayakan oleh Blogger.
    Powered By Blogger

    Assalamu'alaikum

    Assalamu'alaikum
    saya

    Total Tayangan Halaman

    Followers

Who am I ?

Foto saya
Kotabumi, Lampung, Indonesia
Facia Puspa Hazita SMAN3. anak ketiga :) suka mencari bohlam2 warna kuning d sekitar kepala : AHA! lalu menuangkan ke dalam bentuk note .

HOLA!

HOLA!
tangkubanparahu

Wall-Magz

Wall-Magz
It's my life

17 Agustus 1945

aku bangga menjadi anak INDONESIA

Recent Comments